Minggu, 19 Juli 2020


Menelaah Peraturan Presiden No 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing

Oleh: Fakhri Hafiz

Pada tanggal 26 Maret 2018 lalu, presiden Joko Widodo menandatangani kebijakan Peraturan Presiden no 20 tahun 2018 tentang Penggunaan tenaga Kerja Asing. Maksud dari kebijakan ini penggunaan tenaga kerja asing ini adalah dengan menggunakan tenaga kerja asing, diharapkan dapat mendukung perekonomian nasional melalu investasi sehingga dapat juga memperluas lanpangan pekerjaan. Kebijakan penggunaan tenaga kerja asing ini sebelumnya sudah ada sejak era kepemimpinan Presiden sebelumnya, yaitu Peraturan Presiden No 72 Tahun 2014 di era presiden Susilo Bambang Yudhonono.  Pada era ini kebijakan penggunaan tenaga kerja asing bisa dikatakan masih cukup sederhana dikarenakan belum menggunakan media internet sebagai sarana pendukung. Dan pada Peraturan Presiden no 20 tahun 2018 ini sudah menggunakan media internet sebagai sarana pendukung. Dengan adanya hal itu mempermudah bagi tenaga kerja asing untuk dapat masuk ke Indonesia
Dalam hal ini penulis ingin mengkaji terkait dengan Peraturan Presiden No 20 Tahun 2018 tentang penggunaan tenaga kerja asing ini. Awalnya maksud dari kebijakan penggunaan tenaga kerja asing ini adalah untuk dapat mendukung perekonomian nasional serta diharapkan juga dapat memperluas lapangan pekerjaan.
Manusia terus begerak dan berkembang. Sehingga setiap harinya terjadi perubahan. Hal ini disikapi oleh negara-negara di dunia, termasuk di negara anggota ASEAN, guna  untuk memperat tali hubungan antar negara. Pada Tahun 1997 para pemimpin di negara ASEAN mengadakan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) yang menghasilkan visi, yaitu menjadikan kawasan ekonomi Asia Tenggara yang makmur serta pemerataan ekonomi di setiap negara anggota ASEAN. Akhirnya pada tahun 2006 para pemimpin ASEAN menyatakan bahwa di berlakukannya Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) diberlakukan pada tahun 2015
Dengan adanya MEA ini diharapkan Indonesia mendapat banyak keuntungan dengan kehadiran tenaga kerja asing ini. Dengan adanya tenaga kerja asing ini dapat memicu daya saing terhadap tenaga kerja Indonesia sehingga menjadi tenaga kerja yang lebih  Profesional.
Sisi lain dampak dengan adanya MEA adalah mengakibatkan aliran bebas investasi. Aliran investasi yang bebas pada perekonomian, mengakibatkan semua sektor juga ikut dapat keuntungan. Hal ini yang sangat diharapkan oleh kebijakan dari Peraturan Presiden No 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan tenaga kerja asing. Setelah angka investasi yang masuk ke Indonesia itu tinggi, berlajut kepada sektor industri karena mendapatkan modal dan lapangan kerja.
Indonesia berhasil naik menjadi peringkat ke 72 yang sebelumnya peingkat 91 dari 190 negara dalam Doing Business Report 2018. Hal tersebut dikarenakan mudahnya memulai berbisnis dan berinvestasi di Indonesia yang meningkatkan nilai-nilai indikator untuk tolak ukur World Bank. Namun peringkat itu masih amat jauh dari peringkat 1. Indonesia masih dibawah dari negara-negara tetangga, seperti Singapura, Malaysia, Thailand dan juga Vietnam.
Tetapi kebijakan ini masih dapat dibilang memiliki banyak kekurangan. Perpres ini seharusnya memiliki sinkronisasi atau integritas kepada Direktorat Jenderal Imigrasi dan juga Direktorat Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja yang merupakan tugas dari tiap tiap Direktorat Jenderal.
Salah satu hal yang menjadi pertanyaannya adalah Peraturan Presiden ini hanya memberikan kemudahan terhadap tenaga kerja asing saja. Jika maksud dari Peraturan Presiden ini adalah untuk meningkatkan ekonomi, yang diberikan kemudahan,bukan hanya visa dengan maksud bekerja saja. Namun juga di berikan kepada visa dengan maksud penanam modal. Padahal pada era sekarang ini seharusnya difokuskan untuk menghadapi MEA yang menimbulkan aliran investasi naik. Akibatnya dapat juga mendorong perekonomian Indonesia.
Dalam Peraturan Presiden ini bila di cermati, persyaratan bagi tenaga kerja asing yang bekerja di Indonesia tidak mendapat kelonggaran. Semua persyaratan yang ada di Peraturan Presiden sebelumnya masih berlaku juga di Peraturan Presiden no 20 tahun 2018 ini. Terlihat ada pasal 9 Peraturan Presiden no 20 Tahun 2018 menyatakan bahwa “Pengesahan RPTKA sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 merupakan izin untuk mempekerjakan TKA”. Artinya tidak ada lagi yang namanya IMTA (Izin Mempekerjakan Tenaga Asing). Atau bisa juga dikatakan jika sudah mendapatkan RPTKA, pemberi kerja juga sudah mendapatkan IMTA. Padahal, pada Undang-undang no 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pasal 43 mengakatan bahwa Rancangan Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTK) dan Izin mempekerjaan Tenaga Asing (IMTA) itu adalah dua hal yang berbeda.
Penulis menemukan ketidakserasian pada Peraturan Presiden No 20 Tahun 2018 dengan Peraturan Menteri Hukum dan Ham no 16 Tahun 2018. Pada Peraturan Presiden no 20 tahun 2018 pasal 10 menyatakan bahwa “(1)Pemberi Kerja tidak wajib memiliki RPTKA untuk mempekerjakan TKA”. Sedangkan pada Peraturan Menteri Hukum dan HAM no 16 Tahun 2018 pasal 20 menyatakan bahwa “Pemberi kerja TKA wajib mengajukan permohonan pengesahan RPTKA kepada Menteri yang menyelenggarakan urusan Pemerintahan dibidang Ketenagakerjaan sesuai dengan ketentuan peraturan Perundang-undangan”. Dari kedua pernyataan tersebut penulis melihat adanya perbedaan. Dari sudut pandang penulis, pemberi kerja memang harus atau wajib memiliki RPTKA. Karena pada Peraturan Menteri Ketenagakerja RPTKA itu harus dimiliki oleh pemberi kerja. Terdapat pada pasal 11 angka 4.
Penulis juga menemukan perbedaan Peraturan Presiden No 20 Tahun 2018 dengan Peraturan Menteri Hukum dan Ham no 43 tahun 2015 tentang pesyaratan alih status izin tinggal. Pada Peraturan Presiden no 20 tahun 2018 pasal 17 angka (1)setiap TKA yang bekerja di Indonesia wajib  mempunyai Vitas untuk bekerja. Sedangkan pada Peraturan Menteri Hukum dan Ham no 43 tahun 2015 pasal 6 tidak ada persyaratan alih status izin tinggal kunjungan ke izin tinggal terbatas harus adanya Vitas. Artinya, menurut Peraturan Presiden no 20 tahun 2018 ini, orang asing yang alih status dari izin tinggal kunjungan ke izin tinggal terbatas tidak dapat bekerja. Karena tidak memiliki vitas dengan maksud bekerja. Sedangkan menurut Peraturan Presiden itu, untuk orang asing yang ingin bekerja di Indonesia harus memiliki vitas
Terkait dengan izin tinggal, terdapat ketidakselarasan antara Peraturan Presiden No 20 tahun 2018 dengan Peraturan Pemerintah no 31 tahun 2013. Peraturan Presiden No 20 Tahun 2018 pasal 21 angka (1)Pemberian Itas dilaksanakan di Tempat Pemeriksaan Imigrasi. Seharusnya izin tinggal Orang Asing selama berada di wilayah Indonesia didapat di Kantor Imigrasi. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah No 31 Tahun 2013 pasal 142 angka (1)Permohonan Izin Tinggal terbatas diajukan oleh Orang Asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 141 atau Penjaminnya kepada Kepala Kantor Imigrasi atau Pejabat Imigrasi yang ditunjuk yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal Orang Asing.Hal ini berkaitan dengan domisili dari Orang Asing tersebut. Orang asing yang bekerja di suatuwilayah Indonesia wajib melapor ke Kantor Imigrasi untuk mendapatkan Izin Tinggalnya. Sehingga Kantor Imigrasi tersebut juga dapat mempermudah melakukan pengawasan di wilayah Kantor Imigrasi itu
Dampak jika Izin Tinggak terbatas dilaksanakan di Tempat Pemeriksaan Imigrasi adalah Pengawasan terhadap orang asing yang melonggar. Orang asing yang mendapat izin tinggal terbatas di Tempat Pemeriksaan Imigrasi menyusahkan petugas Imigrasi untuk melacak domisili Orang Asing tersebut. Misal, ada Orang Asing dengan vitas bekerja masuk melalui Tempat Pemeriksaan Imigrasi Soekarno-Hatta. Kemudian Orang Asing tersebut mendapatkan izin tinggal terbatas. Tapi, bukan berarti Orang Asing itu bekerja di wilayah Kantor Imigrasi Kelas I khusus Soekarno-Hatta. Hal ini menyulitkan petugas imigrasi dalam hal pengawasan.
Memang, di Peraturan Presiden No 20 Tahun 2018 menyatakan adanya notifikasi yang meliputi data data dari Orang asing. Notifikasi tersebut dapat di Scan melalui QR code di Paspor Orang Asing. Tetapi kenyataanya sampai sekarang, belum adanya pembagian alat scanner QR code kepada petugas Imigrasi ataupun petugas Kemenaker untuk membaca QR code. Melihat hal ini, terlihat peraturan ini belum siap untuk diimplementasikan. Bias dikatakan peraturan ini terlalu terburu buru.
Kemudian penulis juga menemukan kejanggalan untuk bidang Pengawasan keimigrasian. Pada Peraturan Presiden no 20 tahun 2018 pada pasal 19 ”Pejabat imigrasi pada Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri memberikan Vitas paling lama 2 (dua) hari sejak permohonan diterima secara lengkap”. Menurut dari penulis, hal ini mengakibatkan kelonggaran terhadap pengawasan. Di pasal 68 Undang-Undang no 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian menyatakan, pengawasan keimigrasian terhadap orang asing dilaksanakan pada saat permohonan visa. Menurut penulis, pengawasan keimigrasian tidak mungkin dilakukan hanya dalam waktu 2 hari saja. Karena penulis melihat pada pasal 6 Undang-Undang no 6 Tahun 2011 panjang nya proses pengawasan untuk kemudian pengesahan dan pemberian visa, harus melewati proses yang panjang guna untuk memperketat pengawasan
Pada Peraturan Presiden ini diharapkan Tenaga Kerja Asing dapat melakukan Transfer of knowledge kepada Tenaga Kerja Indonesia. Hal ini sangat tegas dijelaskan dalam Peraturan ini pada bab III tentang Pelaksaan Pendidikan dan Pelatihan. Tetapi kenyataannya di lapangan, hal itu berbeda dengan yang dimuat dalam kebijakan Peraturan Presiden ini. Alhasil banyaknya Tenaga Kerja Asing yang Unskill working atau biasa disebut dengan pekerja buruh kasar. Para pekerja buruh kasar ini mengambil pekerjaan yang dapat dilakukan oleh Tenaga Kerja Indonesia. Pada yang tertera di Peraturan Presiden no 20 tahun 2018 ini menyatakan bahwa yang berlaku hanya untuk Tenaga Kerja Asing Formal untuk menduduki jabatan tertentu.
Maksud dari Peraturan Presiden no 20 Tahun 2018 ini adalah untuk peningkatan investasi dalam meningkatkan perekonomian Indonesia dengan cara memudahkan Tenaga Kerja Asing dalam perizinan izin tinggal dan izin bekerja. Dan juga untuk pemberi kerja, peraturan ini memberikan kemudahan dalam perizinan penggunaan Tenaga Kerja Asing. Namun perlu dilihat kembali dampak lain yang di timbulkan. Memberi kemudahan bisa saja berubah menjadi kelonggaran TKA dalam menyalahgunakan izin yang di berikan secara mudah tersebut.
Di era zaman MEA ini, Indonesia harus ikut serta diri dalam tuntutan global. Dan sebagai konsekuensinya adalah menerima Peraturan Presiden no 20 tahun 2018 ini. Dibalik kelonggaran yang diberikan oleh Peraturan ini, tapi harus dilihat juga dari sisi keuntungan yang diharapkan oleh Peraturan ini. Contohnya adalah banyaknya lapangan pekerjaan baru
Kemudian, saran dari penulis adalah seharusnya Peraturan ini memberikan juga kemudahan bagi penanam modal. Bukan hanya Tenaga Kerja Asing yang di berikan kemudahan. Penanam modal juga dapat mendorong perekonomian indonesia. Dan juga di sisi pengawasan harus lebih diperketat. Peraturan ini hanya memberikan kemudahan perizinan. Tapi bukan berarti memberikan kelonggaran di bidang pengawasan.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar