Menelaah Peraturan Presiden No
20 Tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing
Oleh: Fakhri Hafiz
Pada tanggal 26 Maret 2018 lalu, presiden Joko Widodo
menandatangani kebijakan Peraturan Presiden no 20 tahun 2018 tentang Penggunaan
tenaga Kerja Asing. Maksud dari kebijakan ini penggunaan tenaga kerja asing ini
adalah dengan menggunakan tenaga kerja asing, diharapkan dapat mendukung
perekonomian nasional melalu investasi sehingga dapat juga memperluas lanpangan
pekerjaan. Kebijakan penggunaan tenaga kerja asing ini sebelumnya sudah ada
sejak era kepemimpinan Presiden sebelumnya, yaitu Peraturan Presiden No 72
Tahun 2014 di era presiden Susilo Bambang Yudhonono. Pada era ini kebijakan penggunaan tenaga
kerja asing bisa dikatakan masih cukup sederhana dikarenakan belum menggunakan
media internet sebagai sarana pendukung. Dan pada Peraturan Presiden no 20
tahun 2018 ini sudah menggunakan media internet sebagai sarana pendukung.
Dengan adanya hal itu mempermudah bagi tenaga kerja asing untuk dapat masuk ke Indonesia
Dalam hal ini penulis ingin mengkaji terkait dengan
Peraturan Presiden No 20 Tahun 2018 tentang penggunaan tenaga kerja asing ini.
Awalnya maksud dari kebijakan penggunaan tenaga kerja asing ini adalah untuk
dapat mendukung perekonomian nasional serta diharapkan juga dapat memperluas lapangan
pekerjaan.
Manusia terus begerak dan berkembang. Sehingga setiap
harinya terjadi perubahan. Hal ini disikapi oleh negara-negara di dunia,
termasuk di negara anggota ASEAN, guna
untuk memperat tali hubungan antar negara. Pada Tahun 1997 para pemimpin
di negara ASEAN mengadakan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) yang menghasilkan
visi, yaitu menjadikan kawasan ekonomi Asia Tenggara yang makmur serta
pemerataan ekonomi di setiap negara anggota ASEAN. Akhirnya pada tahun 2006 para
pemimpin ASEAN menyatakan bahwa di berlakukannya Masyarakat Ekonomi Asean (MEA)
diberlakukan pada tahun 2015
Dengan adanya MEA ini diharapkan Indonesia mendapat
banyak keuntungan dengan kehadiran tenaga kerja asing ini. Dengan adanya tenaga
kerja asing ini dapat memicu daya saing terhadap tenaga kerja Indonesia
sehingga menjadi tenaga kerja yang lebih
Profesional.
Sisi lain dampak dengan adanya MEA adalah
mengakibatkan aliran bebas investasi. Aliran investasi yang bebas pada
perekonomian, mengakibatkan semua sektor juga ikut dapat keuntungan. Hal ini
yang sangat diharapkan oleh kebijakan dari Peraturan Presiden No 20 Tahun 2018
tentang Penggunaan tenaga kerja asing. Setelah angka investasi yang masuk ke
Indonesia itu tinggi, berlajut kepada sektor industri karena mendapatkan modal
dan lapangan kerja.
Indonesia berhasil naik menjadi peringkat ke 72 yang
sebelumnya peingkat 91 dari 190 negara dalam Doing Business Report 2018. Hal
tersebut dikarenakan mudahnya memulai berbisnis dan berinvestasi di Indonesia
yang meningkatkan nilai-nilai indikator untuk tolak ukur World Bank. Namun
peringkat itu masih amat jauh dari peringkat 1. Indonesia masih dibawah dari
negara-negara tetangga, seperti Singapura, Malaysia, Thailand dan juga Vietnam.
Tetapi
kebijakan ini masih dapat dibilang memiliki banyak kekurangan. Perpres ini
seharusnya memiliki sinkronisasi atau integritas kepada Direktorat Jenderal
Imigrasi dan juga Direktorat Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan
Perluasan Kesempatan Kerja yang merupakan tugas dari tiap tiap Direktorat
Jenderal.
Salah
satu hal yang menjadi pertanyaannya adalah Peraturan Presiden ini hanya
memberikan kemudahan terhadap tenaga kerja asing saja. Jika maksud dari
Peraturan Presiden ini adalah untuk meningkatkan ekonomi, yang diberikan
kemudahan,bukan hanya visa dengan maksud bekerja saja. Namun juga di berikan
kepada visa dengan maksud penanam modal. Padahal pada era sekarang ini
seharusnya difokuskan untuk menghadapi MEA yang menimbulkan aliran investasi
naik. Akibatnya dapat juga mendorong perekonomian Indonesia.
Dalam Peraturan Presiden ini bila di cermati,
persyaratan bagi tenaga kerja asing yang bekerja di Indonesia tidak mendapat
kelonggaran. Semua persyaratan yang ada di Peraturan Presiden sebelumnya masih
berlaku juga di Peraturan Presiden no 20 tahun 2018 ini. Terlihat
ada pasal 9 Peraturan Presiden no 20 Tahun 2018 menyatakan bahwa “Pengesahan RPTKA sebagaimana dimaksud dalam
pasal 8 merupakan izin untuk mempekerjakan TKA”. Artinya tidak ada lagi
yang namanya IMTA (Izin Mempekerjakan Tenaga Asing). Atau bisa juga dikatakan
jika sudah mendapatkan RPTKA, pemberi kerja juga sudah mendapatkan IMTA.
Padahal, pada Undang-undang no 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pasal 43
mengakatan bahwa Rancangan Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTK) dan Izin
mempekerjaan Tenaga Asing (IMTA) itu adalah dua hal yang berbeda.
Penulis
menemukan ketidakserasian pada Peraturan Presiden No 20 Tahun 2018 dengan
Peraturan Menteri Hukum dan Ham no 16 Tahun 2018. Pada Peraturan Presiden no 20
tahun 2018 pasal 10 menyatakan bahwa “(1)Pemberi
Kerja tidak wajib memiliki RPTKA untuk mempekerjakan TKA”. Sedangkan pada
Peraturan Menteri Hukum dan HAM no 16 Tahun 2018 pasal 20 menyatakan bahwa “Pemberi kerja TKA wajib mengajukan
permohonan pengesahan RPTKA kepada Menteri yang menyelenggarakan urusan
Pemerintahan dibidang Ketenagakerjaan sesuai dengan ketentuan peraturan
Perundang-undangan”. Dari kedua pernyataan tersebut penulis melihat adanya
perbedaan. Dari sudut pandang penulis, pemberi kerja memang harus atau wajib
memiliki RPTKA. Karena pada Peraturan Menteri Ketenagakerja RPTKA itu harus
dimiliki oleh pemberi kerja. Terdapat pada pasal 11 angka 4.
Penulis
juga menemukan perbedaan Peraturan Presiden No 20 Tahun 2018 dengan Peraturan
Menteri Hukum dan Ham no 43 tahun 2015 tentang pesyaratan alih status izin
tinggal. Pada Peraturan Presiden no 20 tahun 2018 pasal 17 angka (1)setiap TKA
yang bekerja di Indonesia wajib
mempunyai Vitas untuk bekerja. Sedangkan pada Peraturan Menteri Hukum
dan Ham no 43 tahun 2015 pasal 6 tidak ada persyaratan alih status izin tinggal
kunjungan ke izin tinggal terbatas harus adanya Vitas. Artinya, menurut
Peraturan Presiden no 20 tahun 2018 ini, orang asing yang alih status dari izin
tinggal kunjungan ke izin tinggal terbatas tidak dapat bekerja. Karena tidak
memiliki vitas dengan maksud bekerja. Sedangkan menurut Peraturan Presiden itu,
untuk orang asing yang ingin bekerja di Indonesia harus memiliki vitas
Terkait
dengan izin tinggal, terdapat ketidakselarasan antara Peraturan Presiden No 20
tahun 2018 dengan Peraturan Pemerintah no 31 tahun 2013. Peraturan Presiden No
20 Tahun 2018 pasal 21 angka (1)Pemberian
Itas dilaksanakan di Tempat Pemeriksaan Imigrasi. Seharusnya izin tinggal
Orang Asing selama berada di wilayah Indonesia didapat di Kantor Imigrasi.
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah No 31 Tahun 2013 pasal 142 angka (1)Permohonan Izin Tinggal terbatas diajukan
oleh Orang Asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 141 atau Penjaminnya kepada
Kepala Kantor Imigrasi atau Pejabat Imigrasi yang ditunjuk yang wilayah
kerjanya meliputi tempat tinggal Orang Asing.Hal ini berkaitan dengan
domisili dari Orang Asing tersebut. Orang asing yang bekerja di suatuwilayah
Indonesia wajib melapor ke Kantor Imigrasi untuk mendapatkan Izin Tinggalnya.
Sehingga Kantor Imigrasi tersebut juga dapat mempermudah melakukan pengawasan
di wilayah Kantor Imigrasi itu
Dampak
jika Izin Tinggak terbatas dilaksanakan di Tempat Pemeriksaan Imigrasi adalah
Pengawasan terhadap orang asing yang melonggar. Orang asing yang mendapat izin
tinggal terbatas di Tempat Pemeriksaan Imigrasi menyusahkan petugas Imigrasi
untuk melacak domisili Orang Asing tersebut. Misal, ada Orang Asing dengan
vitas bekerja masuk melalui Tempat Pemeriksaan Imigrasi Soekarno-Hatta. Kemudian
Orang Asing tersebut mendapatkan izin tinggal terbatas. Tapi, bukan berarti
Orang Asing itu bekerja di wilayah Kantor Imigrasi Kelas I khusus
Soekarno-Hatta. Hal ini menyulitkan petugas imigrasi dalam hal pengawasan.
Memang,
di Peraturan Presiden No 20 Tahun 2018 menyatakan adanya notifikasi yang
meliputi data data dari Orang asing. Notifikasi tersebut dapat di Scan melalui
QR code di Paspor Orang Asing. Tetapi kenyataanya sampai sekarang, belum adanya
pembagian alat scanner QR code kepada petugas Imigrasi ataupun petugas
Kemenaker untuk membaca QR code. Melihat hal ini, terlihat peraturan ini belum
siap untuk diimplementasikan. Bias dikatakan peraturan ini terlalu terburu
buru.
Kemudian
penulis juga menemukan kejanggalan untuk bidang Pengawasan keimigrasian. Pada
Peraturan Presiden no 20 tahun 2018 pada pasal 19 ”Pejabat imigrasi pada Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri
memberikan Vitas paling lama 2 (dua) hari sejak permohonan diterima secara
lengkap”. Menurut dari penulis, hal ini mengakibatkan kelonggaran terhadap
pengawasan. Di pasal 68 Undang-Undang no 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian
menyatakan, pengawasan keimigrasian terhadap orang asing dilaksanakan pada saat
permohonan visa. Menurut penulis, pengawasan keimigrasian tidak mungkin dilakukan
hanya dalam waktu 2 hari saja. Karena penulis melihat pada pasal 6
Undang-Undang no 6 Tahun 2011 panjang nya proses pengawasan untuk kemudian
pengesahan dan pemberian visa, harus melewati proses yang panjang guna untuk
memperketat pengawasan
Pada Peraturan Presiden ini diharapkan Tenaga Kerja
Asing dapat melakukan Transfer of knowledge
kepada Tenaga Kerja Indonesia. Hal ini sangat tegas dijelaskan dalam Peraturan
ini pada bab III tentang Pelaksaan Pendidikan dan Pelatihan. Tetapi kenyataannya
di lapangan, hal itu berbeda dengan yang dimuat dalam kebijakan Peraturan
Presiden ini. Alhasil banyaknya Tenaga Kerja Asing yang Unskill working atau biasa disebut dengan pekerja buruh kasar. Para
pekerja buruh kasar ini mengambil pekerjaan yang dapat dilakukan oleh Tenaga
Kerja Indonesia. Pada yang tertera di Peraturan Presiden no 20 tahun 2018 ini
menyatakan bahwa yang berlaku hanya untuk Tenaga Kerja Asing Formal untuk
menduduki jabatan tertentu.
Maksud dari Peraturan Presiden no 20 Tahun 2018 ini
adalah untuk peningkatan investasi dalam meningkatkan perekonomian Indonesia
dengan cara memudahkan Tenaga Kerja Asing dalam perizinan izin tinggal dan izin
bekerja. Dan juga untuk pemberi kerja, peraturan ini memberikan kemudahan dalam
perizinan penggunaan Tenaga Kerja Asing. Namun perlu dilihat kembali dampak
lain yang di timbulkan. Memberi kemudahan bisa saja berubah menjadi kelonggaran
TKA dalam menyalahgunakan izin yang di berikan secara mudah tersebut.
Di era zaman MEA ini, Indonesia harus ikut serta diri
dalam tuntutan global. Dan sebagai konsekuensinya adalah menerima Peraturan
Presiden no 20 tahun 2018 ini. Dibalik kelonggaran yang diberikan oleh
Peraturan ini, tapi harus dilihat juga dari sisi keuntungan yang diharapkan
oleh Peraturan ini. Contohnya adalah banyaknya lapangan pekerjaan baru
Kemudian, saran dari penulis adalah seharusnya
Peraturan ini memberikan juga kemudahan bagi penanam modal. Bukan hanya Tenaga
Kerja Asing yang di berikan kemudahan. Penanam modal juga dapat mendorong perekonomian
indonesia. Dan juga di sisi pengawasan harus lebih diperketat. Peraturan ini
hanya memberikan kemudahan perizinan. Tapi bukan berarti memberikan kelonggaran
di bidang pengawasan.