Minggu, 19 Juli 2020


Menelaah Peraturan Presiden No 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing

Oleh: Fakhri Hafiz

Pada tanggal 26 Maret 2018 lalu, presiden Joko Widodo menandatangani kebijakan Peraturan Presiden no 20 tahun 2018 tentang Penggunaan tenaga Kerja Asing. Maksud dari kebijakan ini penggunaan tenaga kerja asing ini adalah dengan menggunakan tenaga kerja asing, diharapkan dapat mendukung perekonomian nasional melalu investasi sehingga dapat juga memperluas lanpangan pekerjaan. Kebijakan penggunaan tenaga kerja asing ini sebelumnya sudah ada sejak era kepemimpinan Presiden sebelumnya, yaitu Peraturan Presiden No 72 Tahun 2014 di era presiden Susilo Bambang Yudhonono.  Pada era ini kebijakan penggunaan tenaga kerja asing bisa dikatakan masih cukup sederhana dikarenakan belum menggunakan media internet sebagai sarana pendukung. Dan pada Peraturan Presiden no 20 tahun 2018 ini sudah menggunakan media internet sebagai sarana pendukung. Dengan adanya hal itu mempermudah bagi tenaga kerja asing untuk dapat masuk ke Indonesia
Dalam hal ini penulis ingin mengkaji terkait dengan Peraturan Presiden No 20 Tahun 2018 tentang penggunaan tenaga kerja asing ini. Awalnya maksud dari kebijakan penggunaan tenaga kerja asing ini adalah untuk dapat mendukung perekonomian nasional serta diharapkan juga dapat memperluas lapangan pekerjaan.
Manusia terus begerak dan berkembang. Sehingga setiap harinya terjadi perubahan. Hal ini disikapi oleh negara-negara di dunia, termasuk di negara anggota ASEAN, guna  untuk memperat tali hubungan antar negara. Pada Tahun 1997 para pemimpin di negara ASEAN mengadakan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) yang menghasilkan visi, yaitu menjadikan kawasan ekonomi Asia Tenggara yang makmur serta pemerataan ekonomi di setiap negara anggota ASEAN. Akhirnya pada tahun 2006 para pemimpin ASEAN menyatakan bahwa di berlakukannya Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) diberlakukan pada tahun 2015
Dengan adanya MEA ini diharapkan Indonesia mendapat banyak keuntungan dengan kehadiran tenaga kerja asing ini. Dengan adanya tenaga kerja asing ini dapat memicu daya saing terhadap tenaga kerja Indonesia sehingga menjadi tenaga kerja yang lebih  Profesional.
Sisi lain dampak dengan adanya MEA adalah mengakibatkan aliran bebas investasi. Aliran investasi yang bebas pada perekonomian, mengakibatkan semua sektor juga ikut dapat keuntungan. Hal ini yang sangat diharapkan oleh kebijakan dari Peraturan Presiden No 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan tenaga kerja asing. Setelah angka investasi yang masuk ke Indonesia itu tinggi, berlajut kepada sektor industri karena mendapatkan modal dan lapangan kerja.
Indonesia berhasil naik menjadi peringkat ke 72 yang sebelumnya peingkat 91 dari 190 negara dalam Doing Business Report 2018. Hal tersebut dikarenakan mudahnya memulai berbisnis dan berinvestasi di Indonesia yang meningkatkan nilai-nilai indikator untuk tolak ukur World Bank. Namun peringkat itu masih amat jauh dari peringkat 1. Indonesia masih dibawah dari negara-negara tetangga, seperti Singapura, Malaysia, Thailand dan juga Vietnam.
Tetapi kebijakan ini masih dapat dibilang memiliki banyak kekurangan. Perpres ini seharusnya memiliki sinkronisasi atau integritas kepada Direktorat Jenderal Imigrasi dan juga Direktorat Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja yang merupakan tugas dari tiap tiap Direktorat Jenderal.
Salah satu hal yang menjadi pertanyaannya adalah Peraturan Presiden ini hanya memberikan kemudahan terhadap tenaga kerja asing saja. Jika maksud dari Peraturan Presiden ini adalah untuk meningkatkan ekonomi, yang diberikan kemudahan,bukan hanya visa dengan maksud bekerja saja. Namun juga di berikan kepada visa dengan maksud penanam modal. Padahal pada era sekarang ini seharusnya difokuskan untuk menghadapi MEA yang menimbulkan aliran investasi naik. Akibatnya dapat juga mendorong perekonomian Indonesia.
Dalam Peraturan Presiden ini bila di cermati, persyaratan bagi tenaga kerja asing yang bekerja di Indonesia tidak mendapat kelonggaran. Semua persyaratan yang ada di Peraturan Presiden sebelumnya masih berlaku juga di Peraturan Presiden no 20 tahun 2018 ini. Terlihat ada pasal 9 Peraturan Presiden no 20 Tahun 2018 menyatakan bahwa “Pengesahan RPTKA sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 merupakan izin untuk mempekerjakan TKA”. Artinya tidak ada lagi yang namanya IMTA (Izin Mempekerjakan Tenaga Asing). Atau bisa juga dikatakan jika sudah mendapatkan RPTKA, pemberi kerja juga sudah mendapatkan IMTA. Padahal, pada Undang-undang no 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pasal 43 mengakatan bahwa Rancangan Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTK) dan Izin mempekerjaan Tenaga Asing (IMTA) itu adalah dua hal yang berbeda.
Penulis menemukan ketidakserasian pada Peraturan Presiden No 20 Tahun 2018 dengan Peraturan Menteri Hukum dan Ham no 16 Tahun 2018. Pada Peraturan Presiden no 20 tahun 2018 pasal 10 menyatakan bahwa “(1)Pemberi Kerja tidak wajib memiliki RPTKA untuk mempekerjakan TKA”. Sedangkan pada Peraturan Menteri Hukum dan HAM no 16 Tahun 2018 pasal 20 menyatakan bahwa “Pemberi kerja TKA wajib mengajukan permohonan pengesahan RPTKA kepada Menteri yang menyelenggarakan urusan Pemerintahan dibidang Ketenagakerjaan sesuai dengan ketentuan peraturan Perundang-undangan”. Dari kedua pernyataan tersebut penulis melihat adanya perbedaan. Dari sudut pandang penulis, pemberi kerja memang harus atau wajib memiliki RPTKA. Karena pada Peraturan Menteri Ketenagakerja RPTKA itu harus dimiliki oleh pemberi kerja. Terdapat pada pasal 11 angka 4.
Penulis juga menemukan perbedaan Peraturan Presiden No 20 Tahun 2018 dengan Peraturan Menteri Hukum dan Ham no 43 tahun 2015 tentang pesyaratan alih status izin tinggal. Pada Peraturan Presiden no 20 tahun 2018 pasal 17 angka (1)setiap TKA yang bekerja di Indonesia wajib  mempunyai Vitas untuk bekerja. Sedangkan pada Peraturan Menteri Hukum dan Ham no 43 tahun 2015 pasal 6 tidak ada persyaratan alih status izin tinggal kunjungan ke izin tinggal terbatas harus adanya Vitas. Artinya, menurut Peraturan Presiden no 20 tahun 2018 ini, orang asing yang alih status dari izin tinggal kunjungan ke izin tinggal terbatas tidak dapat bekerja. Karena tidak memiliki vitas dengan maksud bekerja. Sedangkan menurut Peraturan Presiden itu, untuk orang asing yang ingin bekerja di Indonesia harus memiliki vitas
Terkait dengan izin tinggal, terdapat ketidakselarasan antara Peraturan Presiden No 20 tahun 2018 dengan Peraturan Pemerintah no 31 tahun 2013. Peraturan Presiden No 20 Tahun 2018 pasal 21 angka (1)Pemberian Itas dilaksanakan di Tempat Pemeriksaan Imigrasi. Seharusnya izin tinggal Orang Asing selama berada di wilayah Indonesia didapat di Kantor Imigrasi. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah No 31 Tahun 2013 pasal 142 angka (1)Permohonan Izin Tinggal terbatas diajukan oleh Orang Asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 141 atau Penjaminnya kepada Kepala Kantor Imigrasi atau Pejabat Imigrasi yang ditunjuk yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal Orang Asing.Hal ini berkaitan dengan domisili dari Orang Asing tersebut. Orang asing yang bekerja di suatuwilayah Indonesia wajib melapor ke Kantor Imigrasi untuk mendapatkan Izin Tinggalnya. Sehingga Kantor Imigrasi tersebut juga dapat mempermudah melakukan pengawasan di wilayah Kantor Imigrasi itu
Dampak jika Izin Tinggak terbatas dilaksanakan di Tempat Pemeriksaan Imigrasi adalah Pengawasan terhadap orang asing yang melonggar. Orang asing yang mendapat izin tinggal terbatas di Tempat Pemeriksaan Imigrasi menyusahkan petugas Imigrasi untuk melacak domisili Orang Asing tersebut. Misal, ada Orang Asing dengan vitas bekerja masuk melalui Tempat Pemeriksaan Imigrasi Soekarno-Hatta. Kemudian Orang Asing tersebut mendapatkan izin tinggal terbatas. Tapi, bukan berarti Orang Asing itu bekerja di wilayah Kantor Imigrasi Kelas I khusus Soekarno-Hatta. Hal ini menyulitkan petugas imigrasi dalam hal pengawasan.
Memang, di Peraturan Presiden No 20 Tahun 2018 menyatakan adanya notifikasi yang meliputi data data dari Orang asing. Notifikasi tersebut dapat di Scan melalui QR code di Paspor Orang Asing. Tetapi kenyataanya sampai sekarang, belum adanya pembagian alat scanner QR code kepada petugas Imigrasi ataupun petugas Kemenaker untuk membaca QR code. Melihat hal ini, terlihat peraturan ini belum siap untuk diimplementasikan. Bias dikatakan peraturan ini terlalu terburu buru.
Kemudian penulis juga menemukan kejanggalan untuk bidang Pengawasan keimigrasian. Pada Peraturan Presiden no 20 tahun 2018 pada pasal 19 ”Pejabat imigrasi pada Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri memberikan Vitas paling lama 2 (dua) hari sejak permohonan diterima secara lengkap”. Menurut dari penulis, hal ini mengakibatkan kelonggaran terhadap pengawasan. Di pasal 68 Undang-Undang no 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian menyatakan, pengawasan keimigrasian terhadap orang asing dilaksanakan pada saat permohonan visa. Menurut penulis, pengawasan keimigrasian tidak mungkin dilakukan hanya dalam waktu 2 hari saja. Karena penulis melihat pada pasal 6 Undang-Undang no 6 Tahun 2011 panjang nya proses pengawasan untuk kemudian pengesahan dan pemberian visa, harus melewati proses yang panjang guna untuk memperketat pengawasan
Pada Peraturan Presiden ini diharapkan Tenaga Kerja Asing dapat melakukan Transfer of knowledge kepada Tenaga Kerja Indonesia. Hal ini sangat tegas dijelaskan dalam Peraturan ini pada bab III tentang Pelaksaan Pendidikan dan Pelatihan. Tetapi kenyataannya di lapangan, hal itu berbeda dengan yang dimuat dalam kebijakan Peraturan Presiden ini. Alhasil banyaknya Tenaga Kerja Asing yang Unskill working atau biasa disebut dengan pekerja buruh kasar. Para pekerja buruh kasar ini mengambil pekerjaan yang dapat dilakukan oleh Tenaga Kerja Indonesia. Pada yang tertera di Peraturan Presiden no 20 tahun 2018 ini menyatakan bahwa yang berlaku hanya untuk Tenaga Kerja Asing Formal untuk menduduki jabatan tertentu.
Maksud dari Peraturan Presiden no 20 Tahun 2018 ini adalah untuk peningkatan investasi dalam meningkatkan perekonomian Indonesia dengan cara memudahkan Tenaga Kerja Asing dalam perizinan izin tinggal dan izin bekerja. Dan juga untuk pemberi kerja, peraturan ini memberikan kemudahan dalam perizinan penggunaan Tenaga Kerja Asing. Namun perlu dilihat kembali dampak lain yang di timbulkan. Memberi kemudahan bisa saja berubah menjadi kelonggaran TKA dalam menyalahgunakan izin yang di berikan secara mudah tersebut.
Di era zaman MEA ini, Indonesia harus ikut serta diri dalam tuntutan global. Dan sebagai konsekuensinya adalah menerima Peraturan Presiden no 20 tahun 2018 ini. Dibalik kelonggaran yang diberikan oleh Peraturan ini, tapi harus dilihat juga dari sisi keuntungan yang diharapkan oleh Peraturan ini. Contohnya adalah banyaknya lapangan pekerjaan baru
Kemudian, saran dari penulis adalah seharusnya Peraturan ini memberikan juga kemudahan bagi penanam modal. Bukan hanya Tenaga Kerja Asing yang di berikan kemudahan. Penanam modal juga dapat mendorong perekonomian indonesia. Dan juga di sisi pengawasan harus lebih diperketat. Peraturan ini hanya memberikan kemudahan perizinan. Tapi bukan berarti memberikan kelonggaran di bidang pengawasan.



Sabtu, 11 Juli 2020


PERKEMBANGAN KONSEP KEIMIGRASIAN



         Pada hakekatnya hubungan antara human dengan lingkungan tidak dapat dipisahkan. Artinya human dan lingkungan selalu berdampingan. Oleh karena itu, apabila lingkungan  yang ada di sekitar suatu kelompok manusia telah habis atau sudah tidak aman. Manusia akan berfikir untuk berpindah tempat (migrasi) guna menyelamatkan kelangsungan hidupnya. Ini menjadi dasar konsep keimigrasian, yaitu perpindahan orang guna mencari keuntungan di suatu wilayah.
          Setelah abad ke-19 di daratan Eropa telah lahir komunitas manusia berbentuk negara (nation-state). Dari lahirnya nation-state ini menetapkan secara jelas batas batas wilayah mereka degan maksud menjaga kedaulatan kelompok. Selain itu nation-state juga memperkenalan konsep kewarganegaraan. Di sisi lain, manusia memiliki sifat naluri yaitu menolak atau menerima. Disinilah konsep keimigrasian itu berkembang. Dengan adanya batas batas negara yang ditetapkan oleh negara, maka dari itu siapapun yang ingin masuk atau keluar dari suatu wilayah negara dapat menolak atau menerima untuk masuk ke negaranya. Hal ini merupakan pelaksanaan kekuasaan atas kedaulatan
         Salah satu simbol pelaksanaan kekuasaan atas kedaulatan yang dimiliki oleh suatu negara adalah dengan fungsi keimigrasian. Dari keimigrasian, negara memliki hak untuk mengontrol arus lalu lintas masuk atau keluarnya orang dari wilayah negara. Serta mengatur ketentuan mengenai keberadaan orang asing (non-citizen) selama berada di wilayah yuridiksi negara tersebut
            Semakin berkembangnya zaman, lahirlah produk dari pemerintahan negara yang dinamakan sampai sekarang adalah Imigrasi. Secara legalitas, hukum keimigrasian diciptakan untuk menjaga kedaulatan negara yang bersifat sementara (Transient Juridiction). Maksudnya adalah peratutan keimigrasian diciptakan untuk mengatur arus manusia, khususnya terhadap orang asing yang masuk, keluar ataupun menetap di suatu wilayah negara.
            Pada era sekarang ini, dibutuhkan suatu dokumen yang harus dilengkapi guna memasuki atau keluar suatu wilayah. Dokumen tersebut dinamakan Paspor dan visa. Paspor dan visa diciptakan untuk mempermudahkan negara dalam melakukan kegiatan surveillance baik terhadap warganegaranya maupun orang asing yang masuk ataupu keluar dari wilayah kedaulatan negara.

Kamis, 09 Juli 2020


Direktorat Sistem dan Teknologi Keimigrasian Dalam Membantu Meningkatkan Pelayanan Masyarakat di Bidang Keimigrasian

Oleh: Fakhri Hafiz-AM 
            
     Guna mendukung Fungsi Keimigrasian dalam hal pelayanan publik, Direktorat SISTIK merupakan gardah terdepan dalam meningkatkan pelayanan masyarakat di bidang keimigrasian. Direktorat SISTIK menjadi penghubung antar masyarakat dengan Instansi Imigrasi melalui teknologi. Dimana diketahui bahwa di era globalisasi ini sangat mengandalkan teknologi untuk memudahkan dalam melayani masyarakat.
            Dengan memanfaatkan Teknologi dan Informasi, Direktorat SISTIK membantu:
1.      Keakurasian: Transaksi keimigrasian menjamin kebenaran (keakuratan) data yang tersimpan dalam database keimigrasian.
2.      Kecepatan: pemohon dapat melakukan pemilihan cara pengajuan permohonan yang tersedia secara online atau  walk in.
3.      Kesederhanaan: penyederhanaan birokrasi layanan diperlakukan secara sama di seluruh wilayah Indonesia dan/atau perwakilan RI.
4.      Keterbukaan: pemohon dapat mengetahui tahapan proses permohonan dan informasi waktu (status layanan).
5.      Efisien: situs www.imigrasi.go.id selain menyediakan informasi keimigrasian juga merupakan media pengajuan pra pemohon.
Berikut merupakan inovasi yang dikeluarkan oleh Direktorat SISTIK:
        A.      Sistem e-Office
Sistem e-office dapat memberikan pelayanan yang lebih singkat dan memakan waktu yang lebih sedikit, dan memudahkan seluruh UPT di Indonesia dalam hal akses. Hal ini terjadi karena e-Office mempunyai keunggulan dalam meningkatkan pelayanan, yaitu terdapatnya platform dalam pengembangan sistem keimigrasian, menciptakan standarisasi pelayanan keimigrasian, dan juga mempersingkat waktu dalam hal pelayanan dikarenakan pekerjaan yang manual digantikan oleh elektronik.
       B.      Antrean Paspor Online
Masyarakat dapat mengucapkan selamat tinggal kepada antrean panjang dan memakan waktu sampai berjam-jam. Masyarakat tidak harus lagi datang pagi-pagi buta ke Kantor Imigrasi untuk melakukan permohonan Paspor. Masyarakat sudah dapat melakukan permohonan Paspor melalui via online. Ada 3 cara masyarakat untuk melakukan permohonan paspor online, yaitu: lewat website www.imigrasi.go.id, lewat aplikasi “Antrian Paspor”, dan bisa juga melalui via aplikasi WhatsApp.
       C.      Sistem Autogate
Sistem autogate adalah alat yang digunakan untuk melakukan perlintasan keimigrasian bagi setiap orang yang ingin masuk dan keluar Wilayah Indonesia dengan bantuan sistem elektronik. Manfaat dari sistem autogate ini adalah untuk meningkatkan kualitas layanan publik, mempermudah dan mempersingkat waktu proses pemeriksaan keimigrasian.
       D.     Implementasi SIMKIM
Adapun implementasi SIMKIM bertujuan untuk:
1.      Proses penerbitan Paspor RI dan Visa RI yang seragam atau sama
2.      Meningkatkan kualitas keamanan dalam proses permohonan Paspor RI dengan cara         melakukan verifikasi:
-          Biometric Matching System (BMS) sidik jari dan foto wajah yang mencegah          kepemilikan Paspor ganda.
-          Pemeriksaan CEKAL (Cegah dan Tangkal).
-          Pemeriksaan Kewarganegaraan.
3.      Mencegah penerbitan paspor yang tidak sesuai standar ICAO melalui alur uji kualitas         Paspor.
4.      Integrasi data:
-          Data terpusar di Pusat Data Keimigrasian (PUSDAKIM)
-          Terhubung dengan data perlintasan di Tempat Pemeriksaan Keimigrasian.

Inovasi teknologi yang telah dibangun dan dikembangkan oleh Direktorat SISTIK sudah sangat membantu dalam pelayanan masyarakat di bidang Keimigrasian. Diharapkan Direktorat SISTIK dapat terus mengembangkan inovasi lain sehingga mutu pelayanan terhadap masyarakat terus meningkat.
           

Senin, 06 Juli 2020


PERKAWINAN CAMPURAN DILIHAT DARI SISI KEIMIGRASIAN

Setelah abad ke-19 di daratan Eropa telah lahir komunitas manusia berbentuk negara (nation-state). Dari lahirnya nation-state ini menetapkan secara jelas batas batas wilayah mereka degan maksud menjaga kedaulatan kelompok. Selain itu nation-state juga memperkenalan konsep kewarganegaraan. Di sisi lain, manusia memiliki sifat naluri yaitu menolak atau menerima. Disinilah konsep keimigrasian itu berkembang. Dengan adanya batas batas negara yang ditetapkan oleh negara, maka dari itu siapapun yang ingin masuk atau keluar dari suatu wilayah negara dapat menolak atau menerima untuk masuk ke negaranya. Hal ini merupakan pelaksanaan kekuasaan atas kedaulatan.
Salah satu simbol pelaksanaan kekuasaan atas kedaulatan yang dimiliki oleh suatu negara adalah dengan fungsi keimigrasian. Dari keimigrasian, negara memliki hak untuk mengontrol arus lalu lintas masuk atau keluarnya orang dari wilayah negara. Serta mengatur ketentuan mengenai keberadaan orang asing (non-citizen) selama berada di wilayah yuridiksi negara tersebut.[1]
Semakin berkembangnya zaman, lahirlah produk dari pemerintahan negara yang dinamakan sampai sekarang adalah Imigrasi. Secara legalitas, hukum keimigrasian diciptakan untuk menjaga kedaulatan negara yang bersifat sementara (Transient Juridiction). Maksudnya adalah peratutan keimigrasian diciptakan untuk mengatur arus manusia, khususnya terhadap orang asing yang masuk, keluar ataupun menetap di suatu wilayah negara. Hal ini juga dapat mempengaruhi suatu individu untuk dapat menjalin kegiatan perekonomian, politik, dan kebudayaan serta dapat menjalin suatu ikatan yang berakhir pada perkawinan antar warga negara.
Di Indonesia sendiri banyak ditemukan perkawinan campuran antara warga negara Indonesia dengan warga negara asing. Oleh karena itu harus ada suatu dasar hukum yang mengatur. Dasar hukum perkawinan campuran itu sendiri ada pada Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Bila dilihat dari sisi keimigrasian, imigrasi memiliki instrument penting dalam hal penyatuan keluarga yang berbeda kebangsaan. Dasar hukum keimigrasian ada pada Undang-Undang No 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian.


Perkawinan Campuran

Pada pasal Undang-Undang Dasar tahun 1945 pasal 28 B ayat (1) menyatakan bahwa setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah. Oleh karena itu ini menjadi dasar orang untuk melaksanakan perkawinan dan membentuk sebuah keluarga dan memperoleh keturunan. Karna itu merupakan hak bagi setiap orang.
Setiap manusia di muka bumi diciptakan berpasang-pasangan oleh Tuhan Yang Maha Esa, yakni adalah laki-laki dan perempuan. Bagi setiap laki-laki dan perempuan yang ingin melakukan pernikahan harus memenuhi persyaratan pernikahan tertentu sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam Pasal 1 Undang-Undang No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.[2]
Kemudian, untuk pengertian perkawinan campuran sendiri ada pada pasal 57 Undang-Undang No 1 Tahun 1974. Menurut pasal tersebut dinyatakan bahwa perkawinan campuran adalah perkawinan antara dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan, karena perbedaan kewarganegaraan dan salah satu pihak berkewarganegaraan Indonesia. Berdasarkan undang-undang ini perbedaan terletak pada kewarganegaraan saja, lebih tepatnya hukum Indonesia dan hukum lain.

Perkawinan Campuran kaitannya dengan Keimigrasian
Bila ditinjau dari bidang keimigrasian, institusi imigrasi memiliki peran penting dalam terwujudnya penyatuan keluarga yang memiliki latar belakang kewarganegaraan berbeda. Oleh karena itu aspek-aspek itu diatur dalam Undang-Undang No 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian.
Pasal 61 Undang-Undang No 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian menyatakan bahwa “Pemegang Izin Tinggal terbatas yang kawin secara sah dengan Warga Negara Indonesia; atau anak dari Orang Asing yang kawin secara sah dengan Warga Negara Indonesia dan pemegang Izin Tetap keluarga karena perkawinan campuran; suami, istri, dan/atau anak dari Orang Asing pemegang Izin Tinggal Tetap; dan Orang Asing eks Warga Negara Indonesia dan eks subjek anak berkewarganegaraan ganda Republik Indonesia dapat melakukan pekerjaan dan/atau usaha untuk memenuhi kebutuhan hidup dan/atau keluarganya.”
Untuk itu pada Undang-Undang No 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian ditemukan adanya kemudahan bagi pemegang Izin Tinggal Terbatas dan Izin Tinggal Tetap karena perkawinan campuran untuk melakukan pekerjaan dan/atau usaha untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya.
Untuk memperoleh Izin Tinggal Terbatas atau pun Izin Tinggal tetap diperlukan Visa. Dimana visa adalah keterangan tertulis guna menjadi dasar pemberian Izin Tinggal. Visa yang diberikan kepada Orang Asing melakukan perkawinan campuran dengan Warga Negara Indonesia menggunakan Visa Tinggal Terbatas (Vitas). Kemudian Vitas ini menjadi dasar pemberian Izin Tinggal yang diberikan kepada Orang Asing.

Kesimpulan
            Dasar hukum dalam hal perkawinan campuran diatur dalam Undang-Undang No 1 Tahun 1974 tentang perkawinan. Namun pada Undang-Undanfg tersebut tidak mengatur mengenai keberadaan orang asing selama berada di wilayah Indonesia. Oleh karena itu imigrasi merupakan instrument penting terkait hal ini. Dengan dasar hukum Undang-Undang No 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian yang mengatur tentang izin tinggal bagi orang asing selama berada di wilayah Indonesia. Undang-Undang No 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian ini memberikan kemudahan kepada warga negara asing yang menikah secara sah dengan warga negara Indonesia untuk tinggal di Indonesia dengan memberikan Izin Tinggal Terbatas atau Izin Tinggal Tetap. Izin tinggal tersebut diberikan kepada warga negara asing yang kawin secara sah dengan warga negara Indonesia serta anak yang lahir dari perkawinan campuran yang sah.



Penegakan Hukum Keimigrasian Terhadap Kegiatan CyberCrime
Yang Dilakukan Oleh Warga Negara Asing



Pada zaman milenial ini, yang terjadi adalah manusia tidak bisa lepas kaitannya dengan perilaku digital. Hampir setiap orang terhubung dengan internet dengan menggunakan laptop atau Komputer dan juga smartphone. Internet bahkan sudah menjadi kebutuhan pokok bagi masyarakat. Namun, diringin dengan pesatnya perkembangan teknologi, berbanding lurus dengan meningkatnya kejahatan yang menggunakan komputer dan internet sebagai media.
CyberCrime berasal dari dua kata yaitu ‘Cyber’ yang berarti dunia maya dan ‘Crime’ yang berarti kejahatan. Secara umum, CyberCrime adalah kejahatan yang dilakukan orang dengan internet dan komputer sebagai medianya. Cyber Crime pada dasarnya mengacu pada hal-hal yang berkaitan dengan tindak kejahatan yang dilakukan melalui eksploitasi celah keamanan dari sebuah teknologi yang digunakan dalam suatu sistem.
Efek negative dari teknologi komputer dan internet tidak dapat dihindari. CyberCrime menjadi tren saat ini. Semakin meningkatnya daya saing terhadap teknologin membawa dampak terhadap dunia.
Jenis jenis kejahatan yang termasuk ke dalam cybercrime adalah penipuan secara online, pemalsuan cek, penipuan kartu kredit, pornografi, pemalsuan indentitas, confidence fraud, dan lain lain.
Untuk menindak kejahatan ini, Indonesia telah memiliki hukum yang mengatur soal cybercrime. Undang Undang no 11 Tahun 2008 adalah dasar hukum pengambilan keputusan terhadap kejahatan cyber. UU ini berlandaskan kepadal pasal 362 KUHP.
Namun, berbicara tentang orang asing di Indonesia sangat berkaitan erat dengan keimigrasian. Semua kegiatan yang dilakukan oleh warga negara asing selama berada di wilayah Indonesia menjadi tanggung jawab Imigrasi. Jadi apabila terdapat kegiatan orang asing yang melakukan CyberCrime, maka ornag asing tersebut dapat dikenai hukuman
Apabila ditemukan orang asing melakukan cybercrime, orang asing tersebut dikenai sanksi dengan hukum UU no 11 Tahun 2008. Dan juga dapat dikenai sanksi dengan hukum keimigrasia yaitu UU no 6 Tahun 2011. Karena terdapat pada pasal 122 yang menyatakan bahwa bagi Orang Asing yang dengan sengaja menyalahgunakan atau melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan maksud dan tujuan pemberian izin tinggal yang diberikan kepadanya maka akan dikenai sanksi. Dan selanjutnya orang asing tersebut dikenai hukuman deportasi ke negara asalnya untuk ditindaklanjuti oleh negara asalnya. Hal ini tertera pada pasal 75 UU no 6 tahun 2011.
Pada hakekatnya lebih baik mencegah daripada mengobati. Dalam menangani CyberCrime yang mulai marak dalam era ini, seiring dengan membangun sistem Keimigrasian juga sedang dalam proses memperketat dalam bidang kesisteman. Guna menghindari kejahatan kejahatan yang merugikan.
Disamping itu, Undang-undang no 11 Tahun 2008 tentang ITE masih dianggap lemah dan kurang mampu menarik keterikatan. Diharapkan kedepannya Undang-undang ITE dapat diperketat lagi. Dan juga diharapkan buat keimigrasian dapat membuat dasar hukum tentang penegakan hukum keimigrasian terhadap kegiatan cybercrime yang dilakukan oleh warga negara asing